Sungguh ironi seandainya menyaksikan keadaan masyarakat di Desa Osong, Kecamatan Werinama, Kab Seram, bagian timur, Maluku. Akses komunikasi di desa itu kelihatannya tetap jadi sesuatu yg mahal.
Keadaan Desa Osong memang lah amat terisolir. Jangankan tower pemancar sinyal, sejak SBT dimekarkan 13 th silam, tak ada aliran listrik, jalan aspal, jembatan & teramat jarang tersentuh pembangunan.
gimana tidak, setidaknya kasus tersebut berlangsung di desa terpencil itu. Buat sekadar membeli pulsa dgn nominal Rp10 ribu saja, penduduk mesti merogok kocek sampai Rp1.012.000. Nilai yg amat luar biasa utk sekadar bicara lewat telpon seluler (mobile phone).
Rata-rata, para penduduk nekat membelinya dikarenakan mau berkomunikasi bersama anak-anak mereka yg menempuh studi di beragam perguruan tinggi di Kota Ambon. Padahal pendapatan hunian tangga di desa ini cuma bersumber dari hasil bumi, berupa pertanian & perkebunan yg saat panennya tidak tiap-tiap bln.
Namun sebenarnya bukan harga pulsa alias voucher-nya yg mahal, namun ongkos ke ibu kota kecamatan. “Rp1 juta itu bukan harga voucher, tetapi anggaran transportasi laut yg digunakan masyarakat ke ibu kota. Dikarenakan kan di Desa Osong tak ada sinyal, jadi seandainya utk menelepon harus ke sana. Nah, ongkos utk satu kali naik kapal Rp500 ribu, jadi bila pulang pergi menjadi Rp1 juta. Sementara harga voucher Rp10 ribu masih Rp12 ribu (Telkomsel),” kata Idrus Wakano, Pegawai acara pemberdayaan di desa tersebut terhadap VIVA.co.id, di Ambon, Pekan, 6 Maret 2016.
Meskipun begitu, para orang tua di desa tersebut mengaku tak putus asa buat menyekolahkan anak-anak mereka di beragam perguruan tinggi terkenal yg ada di sejumlah kota-kota besar.
“Para ortu Desa Osong mau anak-anak mereka sukses & kembali membangun desa mereka,” beber Idrus.
adaptasi dari : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/744320-di-desa-osong-pulsa-rp10-ribu-harganya-rp1-juta
0 Comments